STARTER EXPERIMENT APPROACH

Oleh: Yunita, S. Pd.

STARTER EXPERIMENT APPROACH (SEA)

Proses pembelajaran dilakukan berpusat pada peserta didik (Student Center Learning) sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Peserta didik dituntut agar lebih aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Secara ideal, peserta didik yang melakukan pengalaman langsung dalam belajar akan memperoleh pengetahuan yang lebih baik dengan menemukan sendiri mengenai fakta, prinsip, dan konsep fisika yang terdapat pada lingkungan sekitar. Penemuan peserta didik terhadap fakta, prinsip dan materi pembelajaran masih perlu adanya pemantik. Pemantik itulah yang membimbing peserta didik dalam menemukan fakta, prinsip dan materi agar tidak terjadi miskonsepsi. Salah satu yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam menggeser paradigma pembelajaran tersebut dan mengakomodasi prior knowledge (pengetahuan awal) peserta didik menuju pemahaman konsep yang tertuang dalam kajian ilmiah, adalah pembelajaran dengan Starter Experiment atau Starter Experiment Approach (SEA) (Suwama, 2012: 3).

Starter Experiment Approach dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pendekatan eksperimen penyulut. Meskipun diartikan sebagai pendekatan eksperimen penyulut, namun SEA ini merupakan salah satu model pembelajaran. Model pembelajaran SEA mendukung dan linear dengan pendekatan pembelajaran Scientific Learning yang biasa digunakan dalam pembelajaran sains terutama fisika. SEA dikembangkan oleh J. Schoenherr pada tahun 1996 (Wayan Memes, 2000: 20). Dari pembelajaran Starter Experiment Approach (SEA) siswa memiliki kesempatan untuk lebih aktif dalam proses menemukan sendiri pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Siswa dapat melakukan partisipasi secara aktif dalam kegiatan pengamatan, merumuskan masalah, dugaan sementara, tahap pengujian, perumusan konsep, penerapan konsep, serta evaluasi. Dari hal tersebut seiring dengan teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang memaparkan bahwa belajar pada dasarnya adalah upaya kreatif individu dalam menemukan pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya dalam berinteraksi dengan lingkungan (Hergenhahn, B.R. dan Matthew H. Olson, 2008)

SEA merupakan pembelajaran yang berangkat dari pengamatan dan mencangkup berbagai strategi pembelajaran sehingga lebih memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuannya untuk memahami fakta, konsep, dan prinsip fisika (Prismayuda, 2014: 2). SEA merupakan pendekatan komprehensif untuk pembelajaran IPA yang mencangkup berbagai strategi pembelajaran, biasanya diterapkan terpisah dan berorientasi terhadap keterampilan proses (Jaya, 2014: 2). Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa SEA merupakan pendekatan pembelajaran komprehensif dengan mengetengahkan lingkungan sebagai starter selanjutnya memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya untuk memahami pembelajaran.

SEA merupakan pendekatan komprehensif yang memiliki ciri khusus yaitu mengetengahkan lingkungan sebagai penyulut (starter), selanjutnya pembelajaran dilakukan dengan mempraktikkan prinsip-prinsip metode ilmiah meliputi pengamatan, dugaan, desain percobaan, eksperimen dan laporan hasil percobaan (Rahmawati, 2014: 29). SEA sebagai pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses yang dibentuk oleh tujuh unsur yang diawali oleh pengamatan di lingkungan, bekerja dalam kelompok, menyampaikan gagasan strategi konsep, penanaman pengetahuan ingatan menuju pada pemahaman serta memberikan motivasi kepada peserta didik (Hariyani, 2015: 19). Pembelajaran dipusatkan pada peserta didik, sedangkan peran guru sebagai stimulator dan organisator.

Berbagai macam model pembelajaran yang terdapat dalam dunia pendidikan, tidak ada satu model pembelajaran yang sempurna. Model pembelajaran SEA memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Rivka Yulia (2003), kelebihan SEA diantaranya: (1) dapat menarik minat peserta didik untuk mempelajari fisika, (2) meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, (3) membiasakan peserta didik dalam berfikir dan bertindak ilmiah, (4) memperlihatkan adanya keterkaitan fisika dengan lingkungan, dan (5) menjadikan fisika sebagai pelajaran yang disenangi peserta didik (Wayan Memes, 2000). Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran SEA diantaranya: (1) membutuhkan waktu yang banyak apalagi jika sebagian peserta didik tidak merasa tertantang dengan model pembelajaran SEA, serta (2) kurang cocok digunakan untuk konsep fisika yang baku atau jarang ditemukan di lingkungan. Meminimalisir kelemahan dan mengoptimalkan kelebihan merupakan upaya yang dapat dilakukan agar model pembelajaran yang dilaksanakan dapat memperoleh hasil yang maksimal.

Tahap-tahap pokok proses pembelajaran SEA yang tertuang pada kegiatan inti pembelajaran menurut Wayan Memes (2000: 20) sebagai berikut:

  1. Percobaan Awal (Starter Experiment)

Tahap ini bertujuan untuk mengubah peserta didik belajar, membangkitkan rasa ingin tahunya, dan menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan alam lingkungannya. Oleh karena itu, tahap starter experiment sedapat mungkin diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan menggunakan panca indra terhadap fenomena yang sedang terjadi di alam sekitar secara langsung. Percobaan awal dapat didemonstrasikan oleh guru maupun dilakukan oleh peserta didik.

  • Pengamatan (Observasi)

Tahap ini memerlukan pengamatan yang kreatif dan sangat penting dalam menentukan tahap selanjutnya. Tahap ini dapat dijadikan sebagai latihan untuk peserta didik agar melakukan pengamatan secara kreatif terhadap gejala yang ditunjukkan pada tahap percobaan awal (starter experiment) dan memunculkan rasa keingintahuan tentang objek atau fenomena yang ditemui pada kehidupan sehari-hari. Melalui  pengamatan,  siswa  mengumpulkan  informasi/data-data  hasil  percobaan  awal.

  • Rumusan Masalah

Peserta didik membuat rumusan masalah yang operasional dan menggunakan kalimat tanya agar mengarah pada konsep yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.

  • Hipotesis

Peserta didik dapat mengajukan dugaan sementara dengan memberikan penjelasan yang mungkin dapat diselidiki secara eksperimen untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Perumusan dugaan oleh peserta didik sangat membantu untuk mengemukakan prakonsepnya.

  • Percobaan Pengujian

Percobaan pengujian disusun untuk membuktikan dugaan sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Pada tahap ini, guru hanya memberikan arahan-arahan seperlunya agar percobaan yang dirancang peserta didik tidak menyimpang terlalu jauh.

  • Penyusunan Konsep

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh peserta didik, selanjutnya berdiskusi bersama-sama untuk menyusun konsep. Guru dapat membantu dalam penyempurnaan susunan konsep namun peserta didik diberikan keleluasaan dalam mengakomodasi dan mengasimilasikan konsep yang peserta didik temukan.

  • Mencatat pelajaran

Tahap ini bertujuan agar peserta didik dapat menuliskan bagian yang penting sebagai catatan belajar di rumah. Mencatat pelajaran merupakan bagian yang penting.

  • Penerapan Konsep

Tahap ini bertujuan agar peserta didik dapat menjawab soal-soal dan sebagai penilaian terhadap sejauh mana konsep tersebut dapat diterapkan dalam situasi lainnya. Kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep dalam situasi lain merupakan salah satu bentuk evaluasi dari keberhasilan proses pembelajaran yang memberikan indikasi bahwa peserta didik telah memahami konsep secara komperhensip.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SEA merupakan model pembelajaran yang menekankan pada percobaan awal (starter experiment) sebagai penyulut rasa keingintahuan peserta didik untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari melalui pengamatan, rumusan masalah, hipotesis, dan percobaan pengujian, sehingga dapat menerapkan temuannya tersebut ke dalam situasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Suwama, I Nengah. (2012). Pengaruh Pembelajaran dengan Starter Experiment Approach dan Advance Organizer terhadap Hasil Belajar Biologi dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. E-Journal Undiksa. Vol 2, No. 2.

Memes, Wayan. (2000). Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta: PGSM Depdiknas.

Prismayuda, Rizki Wahyu. (2014). Efektivitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Pendekatan Percobaan Awal (Starter Experiment Approach) pada Materi Tekanan terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Malang Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Online UM. Vol 2, No. 1.

Jaya, Muhammad Cakra. (2014). Peningkatan Hasil Belajar Fisika melalui Pembelajaran Starter Experiment Approach di Kelas VIII2 SMP Negeri 2 Sungguminasa Kab. Gowa. Jurnal Pendidikan Fisika Unismuh. Vol. 2, No.1.

Rahmawati, Mitra Dewi. (2014). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Starter Eksperimen. E-Journal Universitas Muhammadiyah Purworejo. Vol 5, No. 1.

Hariyani, Noviarina Triwilujeng. (2015). Pengaruh Pendekatan Percobaan Awal (Starter Experiment Approach) terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Pokok Hukum Newton Kelas VII SMP Negeri 3 Ngimbang Kabupaten Lamongan Tahum Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo. Semarang.

Tinggalkan komentar